Sabtu, 16 Juli 2011

Pendidikan Karakter

PENDIDIKAN KARAKTER

(Oleh : Bapak Slamet Harsono, S.Pd, M.Pd)

Kepala SMPN 1 Ngimbang


Menurut Thomas Lickona dari Cortiand University mengungkapkan bahwa ada sepuluh tanda jaman yang kini terjadi, tetapi kita harus mewaspadai karena dapat membawa bangsa menuju ke jurang kehancuran, antara lain :
1. Meningkatnya kekerasan di kalangan remaja dan masyarakat
2. Adanya penggunaan bahasa dan kata-kata yang membunuh/tidak baku
3. Meningkatnya pengaruh geng/kumpulan remaja atau orang dalam tindak kekerasan

4. Meningkatnya perilaku merusak diri, seperti penggunaan narkoba, alcohol dan seks bebas
5. Semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk
6. Menurunnya etos kerja
7. Semakin rendahnya rasa hormat terhadap orang tua dan guru
8. Rendahnya rasa tanggungjawab individu dan kelompok
9. Membudayanya kebohongan atau ketidakjujuran
10. Adanya rasa saling curiga dan kebencian antar sesame

Hal-hal di atas tampaknya sering mewarnai dalam kehidupan sehari-hari dan selalu mengisi pemberitaan-pemberitaan di media cetak maupun elektronik. Tentunya kita sebagai warganegara yang memiliki falsafah hidup pancasila sudah selayaknya berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menghentikan dan memberantas perilaku-perilaku buruk sebagaimana tersebut di atas. Sebagai bangsa yang bermartabat dan berkarakter, perlu kiranya diupayakan berbagai cara guna mencegah agar bangsa ini tidak mengalami degradasi moral yang dapat menuju ke jurang kehancuran.

Salah satu aspek yang memegang peran yang sangat vital dalam upaya memberikan penguatan pondasi moral bangsa adalah aspek pendidikan. Untuk keperluan tersebut sudah saatnya di Indonesia diterapkan suatu pendidikan karakter yang diintegrasikan ke dalam proses pembelajaran, baik pada lembaga formal maupun informal. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia secara utuh, terpadu dan seimbang sesuai dengan standar kompetensi kelulusan.

Berdasarkan kajian nilai-nilai agama dan norma-norma sosial, peraturan/hukum, pendidikan karakter dikelompokkan menjadi lima nilai-nilai karakter yaitu nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan, yang mana masing-masing memiliki cirri-ciri sebagai berikut :

1. Nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa

Religius : pikiran, perkataan dan tindakan seseorang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan ajaran agamanya

2. Nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri

a. Jujur : perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya, baik dalam perkataan, perbuatan dan pikiran

b. Bertanggungjawab : sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya yang seharusnya dia lakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, Negara dan Tuhan Yang Maha Esa

c. Bergaya hidup sehat : segala upaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam menciptakan hidup yang sehat dan menghindarkan kebiasaan yang buruk

d. Disiplin : tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan

e. Kerja keras : upaya yang sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan tugas (belajar) dengan sebaik-baiknya

f. Percaya diri : sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhadap tercapainya keinginan dan harapan

g. Berpikir logis, kritis, kreatif dan inovatif

h. Mandiri : sikap dan perilaku yang tidak mudah bergantung pada orang lain

i. Cinta ilmu : cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan

3. Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama manusia

a. Sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain

b. Patuh terhadap aturan-aturan social

c. Menghargai karya dan prestasi orang lain

d. Santun

4. Nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah terjadinya kerusakan lingkungan alam sekitarnya dan selalu ingin memberikan bantuan bagi orang lain yang membutuhkan

5. Nilai karakter dalam hubungannya dengan kebangsaan

Cara berpikir, bertindak yang selalu menempatkan kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan diri dan kelompok/golongan.

Berdasarkan uraian-uraian sebagaimana tersebut di atas, dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang untuk membantu siswa atau peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang maha Esa, dirinya sendiri, sesama manusia, lingkungannya dan bangsa, yang mana terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan dan tindakan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adapt istiadat.

Dengan diterapkannya pendidikan karakter ke dalam proses pembelajaran yang diintegrasikan ke seluruh mata pelajaran, maka sangat diharapkan semua siswa atau peserta didik mampu menjadi manusia-manusia berkarakter dan memiliki prestasi, baik di bidang akademis maupun non akademis…….Insya Allah. lanjutkan membaca...

Jumat, 03 Juni 2011

Wanita Solehah Lebih Baik Daripada Bidadari Syurga

Rasulullah SAW bersabda, “Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang paling baik akhlaknya, dan yang berbuat baik kepada ahli keluarganya.” (Riwayat Abu Daud dan Tirmizi) Lagi sabda Rasulullah SAW, “Sebaik-baik kamu adalah yang terbaik terhadap keluarganya; dan aku adalah yang terbaik dari kamu terhadap keluargaku. Orang yang memuliakan kaum wanita adalah orang yang mulia, dan orang yang menghina kaum wanita adalah orang yang tidak tahu budi.” (Riwayat Abu ‘Asakir).
Tapi betulkah wanita solehah itu lebih baik daripada bidadari syurga?
Dari Umm Salamah, isteri Nabi SAW, katanya(di dalam sebuah hadis yang panjang): Aku berkata, “Wahai Rasulullah! Adakah wanita di dunia lebih baik dari bidadari ?” Baginda menjawab, “Wanita di dunia lebih baik daripada bidadari sebagaimana yang zahir lebih baik daripada yang batin.” Aku berkata, “Wahai Rasulullah! Bagaimanakah itu ?” Baginda menjawab, “Dengan sholat, puasa dan ibadah mereka kepada Allah, Allah akan memakaikan muka-muka mereka dengan cahaya dan jasad mereka dengan sutera yang berwarna putih, berpakaian hijau dan berperhiasan kuning….(hingga akhir hadis)” (riwayat Al-Tabrani).
Sungguh tinggi derajat wanita solehah, sehingga dikatakan lebih baik daripada bidadari syurga. Semoga hadis ini menjadi inspirasi bagi kita semua dalam memperbaiki diri agar menjadi lebih baik daripada bidadari syurga. InsyaAllah..
Tapi, bagaimana yang dikatakan wanita solehah itu? Ikuti kisah berikut, semoga kita sama-sama memperoleh pelajaran


Seorang gadis kecil bertanya ayahnya, “Ayah ceritakanlah padaku perihal muslimah sejati ?” Si ayah pun menjawab, “Anakku, seorang muslimah sejati bukan dilihat dari kecantikan dan keayuan wajahnya semata-mata.Wajahnya hanyalah satu peranan yang amat kecil,tetapi muslimah sejati dilihat dari kecantikan dan ketulusan hatinya yang tersembunyi. Itulah yang terbaik”. Si ayah terus menyambung, “Muslimah sejati juga tidak dilihat dari bentuk tubuh badannya yang mempersona, tetapi dilihat dari sejauh mana ia menutupi bentuk tubuhnya yang mempersona itu”.
“Muslimah sejati bukanlah dilihat dari sebanyak mana kebaikan yang diberikannya ,tetapi dari keikhlasan ketika ia memberikan segala kebaikan itu. Muslimah sejati bukanlah dilihat dari seberapa indah lantunan suaranya tetapi dilihat dari apa yang sering mulutnya bicarakan. Muslimah sejati bukan dilihat dari keahliannya berbahasa, tetapi dilihat dari bagaimana caranya ia berbicara dan berhujah kebenaran”. Berdasarkan ayat 31,surah An Nurr, Abdullah Ibnu Abbas dan lain-lainya berpendapat, “Seseorang wanita Islam hanya boleh mendedahkan wajah, dua tapak tangan dan cincinnya di hadapan lelaki yang bukan mahram”. (As Syeikh Said Hawa di dalam kitabnya Al Asas fit Tasir).
“Janganlah perempuan –perempuan itu terlalu lunak dalam berbicara sehingga mengairahkan orang yang ada perasaan dalam hatinya, tetapi ucapkanlah perkataan yang baik-baik”. (surah Al Ahzab:32). “Lantas apa lagi ayah?”sahut puteri kecil terus ingin tahu. “Ketahuilah muslimah sejati bukan dilihat dari keberaniannya dalam berpakaian grand tetapi dilihat dari sejauh mana ia berani mempertahankan kehormatannya melalui apa yang dipakainya. Muslimah sejati bukan dilihat dari kekhuwatirannya digoda orang di tepi jalanan tetapi dilihat dari kekhuwatiran dirinyalah yang mengundang orang tergoda”.
“Muslimah sejati bukanlah dilihat dari seberapa banyak dan besarnya ujian yang ia jalani tetapi dilihat dari sejauh mana ia menghadapi ujian itu dengan penuh rasa ridha dan kehambaan kepada TUHAN nya, dan ia sentiasa bersyukur dengan segala kurniaan yang diberi. Dan ingatlah anakku muslimah sejati bukan dilihat dari sifat mesranya dalam bergaul tetapi dilihat dari sejauh mana ia mampu menjaga kehormatan dirinya dalam bergaul”.
Setelah itu si anak bertanya, ”Siapakah yang memiliki _riteria seperti itu ayah ? Bolehkah saya menjadi sepertinya? Mampu dan layakkah saya ayah ?”.
Si ayah memberikan sebuah buku dan berkata,”Pelajarilah mereka ! supaya kamu berjaya nanti. INSYA ALLAH kamu juga boleh menjadi muslimah sejati dan wanita yang solehah kelak, malah semua wanita boleh”. Si anak pun segera mengambil buku tersebut lalu terlihatlah sebaris perkataan berbunyi ISTERI RASULULLAH. “Apabila seorang perempuan itu sholat lima waktu, puasa di bulan ramadhan, menjaga kehormatannya dan mentaati suaminya, maka masuklah ia ke dalam syurga dari pintu-pintu yang ia kehendaki”. (riwayat Al Bazzar)
lanjutkan membaca...